Rabu, 15 Juni 2011

the first short story "LOVE TREE"













                Ku duduk dibawah pohon yang berada di taman dekat rumahku dan aku menemukan pohon ini
ketika aku bermimpi. Bersembunyi dari keramaian kota itu mungkin sudah jadi hobiku. lebih nyaman disini, di pohon ini. hanya dengan membaca berbagai macam buku aku bisa lalui disini. Aku tak merasa terasingkan oleh hingar-bingar dunia remaja yang gemerlap, bahkan aku merasa bahagia bisa terselamat disini. Disini aku terus, terus dan terus menulis surat untuk Pangeran Kecilku. Bahkan aku berharap agar dia bisa melihatku sebelum aku pergi untuk selamanya. Setelah ku temukan dia, aku akan bangkit dari kemunafikan dan penyakit yang seiring bertambahnya waktu selalu mengerogoti tubuhku secara perlahan.
*****
                Memasuki kelas aku selalu duduk di barisan depan. Banyak teman yang ingin duduk di samping ku tapi lambat laun mereka jenuh, karena niat keji yang ingin mereka perlakukan kepada ku tidak berjalan dengan apa yang diharapkan. Mereka duduk di samping ku hanya ingin memperoleh isi ulangan dari ku, mereka mengakui diri mereka teman hanya untuk kepribadian mereka perseorangan tapi karena aku tak pernah ingin memberitahu isi ulangan maupun tugas, akhirnya mereka selalu mengumpatku, menggunjingku dan menghinaku.
                Aku memiliki paras wajah yang anggun tapi aku memiliki fisik yang lemah. Awal aku memulai belajar di sekolah ini, aku bahkan memiliki banyak teman. Mereka semua ramah sekali padaku, tapi seiring berjalannya waktu aku sadar kalau mereka semua hanya mengenakan topeng ketika awal berkenalan dan akhirnya aku tau, sangat sulit untuk mencari sahabat yang benar-benar ikhlas dan tulus menyayangi sahabatnya.
                Tiba saatnya dimana Rene datang ke kehidupanku, ia adalah murid pindahan dari kota udang. Paras wajah Rene sangat manis dan lagi-lagi semua temanku mengenakan topengnya kembali untuk berkenalan dengan gadis manis itu. Setelah Rene memperkenalkan diri di depan kelas, dia dipersilahkan untuk memilih tempat duduk oleh Pak Iwan.
“Baiklah rene, silahkan kamu pilih dimana kamu ingin duduk?”  tutur pak Iwan. Rene tiba-tiba tersenyum kearahku dan langsung menunjuk tempat dudukku. Aku sebenarnya melihat ketika Rene tersenyum kepadaku, tapi aku tidak menghiraukan senyuman dia, aku hanya terpaku pada buku yang sedang ku baca.
Tanpa ku sadari ternyata Rene sudah ada di sampingku. lalu dia akhirnya melontarkan beribu pertanyaan yang membuat aku sakit kepala.
“Hai, nama kamu siapa? Salam kenal ya kawan”. Dia tersenyum kepadaku sambil mengulurkan tangannya.
“Zahra, setelah mengenalku mungkin kamu akan bertingkah seperti mereka”. Aku pun menjawab pertanyaan Rene.
Entah apa yang ada di pikiran Rene. “Bukk!”.. tiba-tiba Rene menepuk pundakku dan aku mendesah kesakitan.
Tampak cemas Rene meminta maaf padaku. “Zahra maafkan aku, kamu tersendak? Aku minta maaf”.
“Sebaiknya kamu jangan bertindak sesukamu padaku, aku tak menyukai orang seperti itu”. aku meninggalkan Rene yang masih terlihat cemas denganku dan aku pun ijin untuk ke toilet. Aku merasa ngilu di bagian pundakku, perih? Itu yang kurasa. Aku berlari menuju toilet, aku akhirnya memuntahkan darah yang aku tahan sejak tadi. Setelah selesai, aku pun kembali berjalan menulusuri lorong untuk ke kelas, tapi aku merasa sangat lemah, aku pusing dan aku pun seketika itu pingsan.
*****
Setelah aku sadarkan diri, ternyata aku telah berada di rumah, aku dijemput oleh mama. Entah apa yang merasuki jiwa mama sehingga dia mau meluangkan pekerjaannya untuk menjemputku walau itu hanya sebentar.
“Ara, mama pergi lagi ya, bye honey”. sambil mencium keningku pun mama meninggalkan aku. Inilah kehidupanku, seakan aku hanya seorang diri di dunia yang menurut mereka itu indah tapi tidak untukku.
Aku akhirnya berniat untuk pergi ke taman di dekat rumahku, aku ingin menulis surat lagi kepada pangeran kecilku yang selalu muncul di mimpiku ketika aku berumur 8 tahun. Tapi bi Ijah tidak mengijinkan ku untuk pergi ke tempat itu karena kondisi kesehatan ku yang masih belum membaik.
Buku dan buku, dialah temanku, dialah sahabatku. Dia senantiasa menjadi sahabatku yang mengerti aku, dia membimbingku disaat aku sendiri. Tapi lagi-lagi aktivitasku diganggu dengan teriakan bi Ijah. Itu lah dia, ketika mama pergi dia memerintahku dengan nada tinggi padahal tanpa dia teriak pun aku bisa mendengar dia .
“Bi, bisa gak sih gausah teriak? Aku lagi baca buku!” dengan kesal aku membuka pintu.
“maaf non, itu non ada tamu nyariin non di ruang tamu” sambil tersenyum minta maaf dia memberitahukan bahwa ada tamu yang datang.
“Siapa?”
“Aduh siapa ya? Kalau ga salah namanya Rene deh non”. bibi mencoba mengingat-ingat.
Ketika aku mendengar nama itu aku langsung bergegas ke ruang tamu, aku bukan bersemangat karena ada teman yang ingin mengunjungi rumahku tapi aku sangat tidak suka dengan wanita itu yang baru ku kenal 3 jam yang lalu.
“Untuk apa kamu kesini? Bagaimana kamu bisa tahu rumah aku?”. Aku pun langsung bertanya-tanya dengan perasaan emosi dan luka sakit di punggungku ini.
“Maaf Zahra, aku hanya ingin minta maaf kepadamu. Aku tidak tahu kalau kamu …” kemudian Rene pun terdiam.
“Kalau aku apa? Penyakitan? Gak bisa diandalkan? Gak berguna? Gangguan jiwa? Anak yatim? Itu kan yang mau kamu omongin, sama seperti mereka yang mengenakan topeng mereka diluar sana”. Aku pun memotong omongan dari Rene dan perlahan aku menitikan air mata.
“Apa maksud kamu ra? Aku tidak bermaksud seperti itu, maafkan aku Zahra. Zahra bolehkah aku berteman denganmu?”.  mencoba menenangkan hatiku.
“Terus? Setelah kamu menjadi temanku, kamu akan menceritakan tentang curahan hatiku yang aku ceritakan ke kamu kepada anak-anak yang lain. Itu kan yang ingin kamu lakukan padaku? Terus kalian menertawakan tentang apa yang aku alami” 
“Zahra, tenanglah.. aku tak akan melakukan perbuatan seperti itu. Baiklah aku akan berusaha untuk menjadi temanmu sampai kamu bisa menerima aku menjadi temanmu tapi terima lah hadiah ini sebagai tanda maaf ku padamu”. setelah meletakkan bingkisan tersebut, Rene pun pergi meninggalkan Zahra yang masih menitikkan air mata walau itu telah berkurang.
Sebenarnya aku ingin.. aku ingin memiliki teman seperti dulu, tapi entah mengapa aku masih belum percaya terhadap arti sebuah pertemanan yang sesungguhnya.
******
“Pangeranku, kamu datang lagi di mimpiku? Apakah kamu akan menampakan wajahmu kepadaku?”
“Ia Zahra, aku akan datang. Kamu semangat ya.. dan cepat sembuh supaya aku bisa bermain dan bercanda tawa denganmu lagi”
“Aku janji”
Jam weker pun menganggu tidurku, dan aku masih ingin sekali bertemu dengan pangeranku. Tapi apa daya, aku hanya bisa menunggu dia datang walau entah sampai kapan aku menunggu.
*****
Sarapan pun sudah disajikan oleh bi Ijah dan aku tak merasa heran dengan tidak hadirnya mama di meja makan, karena dia selalu berangkat lebih awal dariku dan jarang sekali dia pulang bahkan dia tidak tahu apa yang aku alami saat ini.
Pak Maman... Masih ada pak Maman yang setia menjadi sopir pribadiku dari aku lahir dia adalah seorang duda yang menurut aku sangat tampan. Aku selalu berfikir bahwa pak Maman lah orangtua ku, dia selalu mendengar keluh kesahku.
Aku pun berangkat sekolah dengan pak Maman dan tak lupa aku menceritakan pangeranku kepada dia.
“Pak Maman, Ara seneng banget deh pak” sambil meluapkan kebahagianku ke pak Maman, aku pun berniat ingin cerita kepada dia. Entah mengapa aku bisa sangat akrab dan bahagia bercerita mengenai kehidupanku kepada pak Maman.
“Wah, non Ara lagi seneng ya? Pasti tentang pangeran kecil non kan?” pak Maman pun menebak wajah bahagiaku.
“Ih pak Maman curang! Aku kan belum kasih tahu pak Maman. Huh.. pak Maman curang”. Aku pun berpura-pura kesal dengan pak Maman yang sudah tahu kalau aku bahagia karena pangeran kecil.
“Non, pak Maman akan selalu tahu apa yang membuat non bahagia . Ayo dong non cerita sama pak Maman, non mimpiin apa tentang pangeran kecil non?”. Disitu lah aku merasa bangga pada pak Maman, pak Maman selalu menyempatkan waktu nya untuk bersenda gurau denganku walau pak Maman hanya bisa meluangkan sedikit waktu nya. Aku pun menceritakan mimpi ku yang amat singkat tetapi berkesan manis.
“Wah.. Hebat dong non, berarti sebentar lagi non akan bertemu dengan dia. Tapi kalau non sudah bertemu dan berkenalan dengan pangeran kecil non, non harus traktir pak Maman bakso super jumbo ya”.
“Beres pak!”
*****
Mie ayam dan ice tea ku nikmati di kantin sekolahku ketika pulang sekolah, seperti biasa aku hanya melalui kehidupanku sendiri tapi hari ini aku merasakan hal yang mengganjal yang tak pernah ku alami. Aku merasa ada yang menguntitku.
“Hai, ra..” Rene pun mengejutkanku disaatku sedang memantau orang yang sejak tadi memperhatikanku. Aku pun pergi meninggalkan Rene tanpa menghiraukan dia. Entah mengapa Rene sangat antusias mencoba berbagai cara agar aku bisa membalas sapaan ia walau hanya dua patah kata.
Tiba-tiba Rene memberitahukan aku sesuatu hal yang membuat aku sedikit penasaran sejak tadi.
“Ra, kamu punya pengagum rahasia ya?”
Aku hanya terdiam.
“Ra, dia ganteng loh?!” Rene mempertegas seseorang yang sejak tadi menguntitku.
“Mana orangnya?” Aku pun bertanya dan mencari-cari sosok yang dibicarakan Rene. Lalu Rene pun tertawa melihat wajah penasaranku. Aku mengeram kesal dan meninggalkan orang yang menyebalkan itu.
Rene mengejar-ngejarku dan memohon untuk dapat maaf dariku, tapi aku tidak menghiraukan dia. Langkah kaki pun semakin ku percepat tapi Rene masih dapat meraih tanganku.
Ketika Rene meraih tanganku, aku pun pingsan.
*****
“Aku dimana?”. Aku tak mengerti apa yang ku rasakan saat ini, Aku merasa diri ku sangat lemah saat ini. Lalu tiba-tiba Rene pun masuk ruanganku.
“Ra, kamu gak apa-apa?”. Rene pun menanyakan keadaanku.
Setitik demi setitik air mataku jatuh, aku tak bisa berbuat apa-apa. Tubuhku lemah tak berdaya terbaring di kasur rawat inap.
“Ra, aku ingin memperkenalkan kamu dengan seseorang yang selama ini menguntitmu sejak kelas X, dia sangat sayang padamu tetapi dia enggan berkenalan denganmu karena dia takut kalau kamu tidak akan mau menerima dia sebagai teman atau pun seorang kekasih. Dia sering menemukanmu pingsan dan membawamu ke UKS. Ketika kamu terjatuh waktu aku meraih tanganmu, dia langsung menadahimu dan menopang tubuhmu ke mobil dia untuk membawamu kerumah sakit ini”. Rene menceritakan apa yang pria itu lakukan dan katakan.
“Siapa?” aku pun semakin penasaran dan menanyakan pria misterius itu.
“Sebentar ya Ra”. Rene memanggil pria misterius.
Seketika itu tubuhku lemas setelah aku melihat sosok yang selama ini mengagumiku dan menguntitku masuk ke dalam ruanganku. Dia adalah Pangeran Kecilku.
“Siapa namamu?”. Dengan nada lemah aku pun bertanya kepada pria tersebut.
“Nama aku Satrio, maaf kalau aku mengganggu kamu. Kalau kamu merasa risih kepadaku, aku akan pergi”. Satrio menjawab dengan tersipu malu dan bergegas pergi karena menurut dia kehadirannya sangat mengganggu kesehatanku tapi aku menahan ia untuk tetap menemaniku. Kami pun saling bertukar pikiran dan bercerita tentang diri kita masing-masing. Aku pun mencoba menepati apa yang akan ku lakukan ketika aku sudah bertemu dengan pangeran kecilku ini.
*****
“Zahra, kamu kenapa sayang. Kenapa kamu gak pernah cerita tentang penyakit kamu ini sama mama?”. Mama pun tiba-tiba muncul dari balik pintu ruangan dengan wajah cemas.
“Bagaimana aku bisa cerita tentang penyakitku ini? sementara mama terlalu sibuk dengan urusan kerja mama”. Kesal? Sedih? ya aku merasakan itu ketika penyakit aku yang sudah 2 tahun ini mengerogoti tubuhku dan baru sekarang mama mengetahui hal itu.
“Mama sibuk kerja juga untuk kamu sayang. Mama gak suka dengan pak Maman yang tidak terbuka dengan keadaan kamu dan pak Maman sudah mama pecat”
“Mama pecat pak Maman? Mama jahat! Pak Maman yang selama ini selalu ada waktu buat aku ma. Mama kemana? Ketika aku merasa sendiri? Ketika aku mendengar cemooh temanku? Ketika aku tersiksa dengan penyakitku ini?”. Air mataku mulai berjatuhan, kenapa orang yang sangat dekat denganku harus pergi lagi dariku. Dulu papa, sekarang pak Maman, besok siapa lagi yang akan pergi dariku.
Mama terdiam ketika aku melontarkan semua amarah aku dan kekecewaan aku padanya.
*****
“Non Ara”. Suara yang tak asing membangunkanku dari tidurku yang lelap. Ternyata suara itu ialah suara pak Maman yang datang menjengukku membawa bunga Matahari yang cantik. Aku langsung memeluk tubuh pak Maman, aku telah menganggap pak Maman sebagai ayahku sendiri dan aku pun sangat merindukan beliau.
Pak Maman menjelaskan padaku bahwa ia tidak akan meninggalkanku dan akan menemaniku di rumah sakit sampai aku sembuh.
Seseorang dengan mengenakan seragam sekolah dan rompi coklat itu datang sambil membawa seutas bunga mawar. Dia adalah Satrio. Memang setelah awal aku berkenalan dengan Satrio, dia rutin sekali menjengukku di rumah sakit. Dan sejak 3 hari yang lalu aku sudah menjalin hubungan dengan dia. Aku pun memanggil dia Tio.
Ketika Satrio datang, pak Maman mengomando aku dengan berpura-pura batuk. Aku tahu pak Maman ingin mengingatkan aku tentang baso super jumbo nya yang akan dia dapatkan setelah aku menemukan pangeran kecilku.
“Tenang saja pak, setelah aku keluar rumah sakit. Aku akan traktir bapak sepuasnya”.
Pak maman hanya membalas dengan tersenyum.
*****
Hari ini adalah hari pertama dimana aku akan memulai semua hari-hari ku bersama Satrio di sekolah setelah sekian lama aku menginap di rumah sakit selama beberapa minggu. Seperti biasa, pak Maman selalu setia mengantarku ke sekolah akan tetapi ada satu hal yang berbeda, Satrio menyambutku di depan gerbang sekolah dengan penuh senyuman.
“Tio, kamu bukannya dari tadi ya sms aku kalau kamu udah nyampe? Kenapa kamu gak masuk duluan?”. Aku pun bertanya tentang apa yang Satrio perbuat.
“Aku sengaja datang lebih awal untuk menyambut tuan putriku yang cantik ini disini”. dengan tersenyum, Tio pun meraih tanganku .
*****
“Tio, kok kelasnya sepi banget ya?”
“Hah? Iyaya, coba aku cek dulu deh ya di kelas lain, kamu tunggu disini dulu, jangan kemana-mana!”. Satrio pun keluar dan memastikan dengan apa yang terjadi pada saat itu, lalu menghilang.
Duduk di dalam kelas. Aku menunggu Satrio untuk memastikan apa yang sedang terjadi. Akan tetapi setelah aku menunggu selama berjam-jam, Satrio pun tak muncul. Ketika aku keluar kelas.
“KEJUTAAN!! HAPPY BIRTHDAY TO YOU, HAPPY BIRTHDAY TO YOU, HAPPY BIRTHDAY TO ARA, HAPPY BIRTHDAY TO YOU”. Serentak aku terkejut, bahkan aku sendiri tidak mengingat bahwa hari ini aku berulang tahun dan umurku hari ini telah mencapai 17 tahun. Rene membawa kue ulang tahun dan dia tampak sangat bersemangat menyanyikan lagu selamat ulang tahun untukku. Aku merasa hari ini adalah hari yang sangat indah. Dimana semua mata tak lagi membenciku melainkan mereka ikut serta tersenyum padaku.
“Woy, minggir-minggir”. Tiba-tiba terdengar suara teriakan seseorang. Dan itu adalah Satrio.
“Tio? Kamu kenapa keringetan seperti ini?”. Lalu aku mengusap keringat yang membasahi wajah Satrio.
“Kamu bandel ya, aku kan udah bilang sama kamu kalau kamu jangan kemana-mana!”.  Seketika itu muka Satrio terlihat amat sangat marah tapi setelah Satrio menarik helaian kain yang berisi kan sesuatu yang tampak besar dan membuat dia bermandikan keringat, Satrio pun tersenyum kembali.
“Happy birthday, my beautiful princess” . Satrio berbisik manja di telingaku.
“Maaf ra, aku tadi ninggalin kamu di dalam sendirian. Maaf juga ra, aku bawa ini pakai alat bantu roda di bawahnya supaya aku bisa cepat sampai kesini dari rumah hehehe :D”.
“Tio? Terima kasih banyak ya”. Air mataku terjatuh. Pahatan kayu berbentuk sosok diriku yang sedang duduk dengan membaca buku yang terlihat indah telah aku dapatkan dari seseorang yang aku cintai di hari ulang tahunku. Sebelum aku melakukan tiup lilin, aku pun membuat satu permohonan di hari ulang tahun ku ini. “ya.. Allah, jika hari ini adalah hari terindah yang kau janjikan padaku, aku mohon untuk lebih lama menikmati hari ini tanpa penyakitku bersama mereka. Amin”.
“Zahra gue pinjem dulu ya teman-teman, ayok ra!”. Satrio menarik tanganku dan berlari kabur meninggalkan sorakan anak-anak yang lain .
*****
“Kamu mau bawa aku kemana? Kan kita sekolah Tio?!”. Aku pun bertanya padanya.
“Tenang aja lagi, hari ini kan libur sayang, kan tadi kamu liat sendiri sekolah sepi, cuman ada beberapa orang yang di sekolah dan kamu diam aja ya gadis cantik”. Seketika itu pipi ku memerah.
Satrio yang menyadari pipi ku mulai memerah langsung menatap ku dengan tatapan yang tidak bisa aku hindari dan wajah dia terus mendekat dan warna merah di pipi ku tampak sangat jelas terlihat oleh dia. Lalu Satrio pun tertawa.
“Kamu lucu ya kalo lagi malu, kamu jadi mirip badut.”. Satrio pun menggodaku dengan diiringi tertawa dia yang tak habis-habis.
Aku hanya terdiam kesal mendengar Satrio tertawa geli melihat wajah ku yang tampak malu.
Tiba-tiba Satrio memanggil pengamen kecil yang sedang asyik bermain dan tertawa riang bersama teman-temannya di dekat lampu merah tengah kota.
Satrio bertanya dengan ramah kepada anak kecil itu. “Hey de, Siapa nama kamu? Kenapa kamu dan teman-teman mu gak sekolah?”.
“Nama aku Supri kak. Sebenarnya kami mau sekolah kak, tapi kami tidak punya uang untuk beli perlengkapan sekolah, lebih baik uang yang kami punya kami belikan makanan sehari-hari untuk ibu kami yang sakit-sakitan dan adik-adik kami yang masih kecil, tapi kami sering membaca buku apa saja yang sudah masih layak pakai tapi telah dibuang oleh pemiliknya kok kak hehehe”.
Sungguh mulia anak-anak ini, mereka selalu dipandang sebelah mata oleh orang-orang tapi apa yang mereka lakukan dan kerjakan lebih dari yang terbaik untuk keluarga mereka. Mereka ingin sekali bersekolah tapi mereka lebih mementingkan kesehatan dan kehidupan keluarga mereka. Langkah kaki kecil nan mungil dan senyuman yang mereka lakukan tak pernah berkurang dengan keikhlasan yang mereka perbuat dan perbuatan mereka pun semata-mata hanya ingin membuat keluarganya tersenyum kepada mereka. Jika aku menjadi mereka, mungkin aku tidak sanggup menghadapi kehidupan yang keras di luar. Aku mulai menyadari betapa mama sangat bekerja keras menghidupiku tanpa papa.
Satrio pun membuat tantangan kepadaku untuk menjadi mereka di hari ulang tahun ku ini, dan aku pun setuju.
“Supri, kamu mau temenin kakak ngamen gak? Tar setelah itu kamu ajak teman-teman kamu buat belajar bersama-sama, setelah belajar bersama kita makan ice cream bareng-bareng. Gimana?”. Lalu dengan semangat,  Supri menerima tawaran Satrio.
Kami menjajaki bus satu per satu, sangat sulit ternyata untuk mendapatkan uang seribu rupiah. Keringat terus mengucur, tapi aku tetap semangat.
Terik nya matahari telah berdiri di atas kepalaku dan terus mengikutiku. Aku pun mulai menyerah. Satrio pun mengeluarkan baju yang telah ia siapkan untuk hari ini.
“Ini pake”. Satrio menyerahkan baju nya untukku dan dia juga mengeluarkan baju untuk ia pakai.
Setelah aku menggenakan baju di rumah kardus salah satu anak kecil jalanan itu aku pun keluar rumah, aku tidak merasakan hal yang aneh sama sekali. Anak-anak kecil itu langsung tertawa geli melihat aku.
“Kamu kenapa de? Kok kamu ketawa ngeliat kakak? Kakak aneh ya?”. Aku sangat bertanya-tanya tentang apa yang mereka tertawakan.
“Kata mereka kamu cantik pake baju itu”. Lagi-lagi Satrio merayu diriku, tapi setelah aku melihat baju yang Satrio pakai, aku tertawa geli karena di baju nya terlihat gambar chibi Satrio dengan tangan kiri menunjuk kearah ku dan tangan kanan memegang hati dengan wajah sangat centil dan bertuliskan “She’s my princess”, aku pun langsung melihat bajuku. Uh.. pantas saja mereka menertawaiku, baju yang aku pakai juga seperti Satrio dengan tangan kanan menunjuk kearah Satrio dan tangan kiri memegang hati dan di bajuku bertuliskan “He’s my prince”. Dan anak-anak kecil itu tertawa lepas ketika melihat gambar yang ada di baju kami.
“Kakak cocok deh”. Celetuk salah satu anak-anak itu.
Lagi-lagi pipi ku mulai merona.
“Ssst.. jangan bilang kayak gitu ntar kak Zahra nya berubah jadi badut loh. Liat aja tuh pipi nya kak Zahra mulai merah kayak badut”. Lalu mereka tertawa geli.
Supri berhasil mengajak teman-temannya untuk belajar bersama, sebelumnya mereka semua tidak berminat dengan ajakan Supri. Tapi setelah anak-anak itu di iming-imingi dengan ice cream, mereka pun setuju. Aku dan Satrio mengajarkan mereka membaca, menulis bahkan berhitung. Setelah selesai belajar, Aku dan Satrio menepati janjiku untuk membelikan mereka ice cream.
*****
Matahari pun mulai terbenam, Satrio pun mengantarku dan beristirahat sejenak di rumahku. Tiba-tiba mama datang menghampiriku.
“Kalian sudah pulang”. Mama menyambut kami dengan ramah dan aku pun langsung memeluk mama. Aku sekarang tau, mama melakukan ini semata-mata untuk aku. Lalu aku pun menangis di pundak mama sambil meminta maaf ke mama karena aku tak pernah terbuka olehnya. Mama pun meminta maaf kepadaku karena dia sangat antusias menghidupiku sampai-sampai ia melupakan anak kesayangan nya.
“Ehm.. kok baju kamu sama Tio lucu sih”. Mama mulai menggodaku.
“Hihihi.. mama, ini dari Tio loh ma”. Aku pun membangga-banggakan apa yang Tio berikan padaku.
Mama mengajakku makan malam bersama dengan makanan yang mama buat sendiri tapi mama menyuruhku untuk membersihkan tubuhku terlebih dahulu.
Ketika aku membuka kamarku. Aku terkejut, Aku melihat berbagai banyak foto yang menghiasi kamarku dan foto itu adalah foto tentang apa yang aku lakukan hari ini seperti ketika Tio menungguku di depan gerbang sekolah, aku menunggu Tio di dalam kelas, Tio yang marah padaku, Tio yang sedang menarik pahatan kayunya dari rumah ke sekolah,  Tio yang tersenyum ketika aku melihat pahatan yang telah di buat olehnya, Tio yang menarik aku kabur, Aku dan Tio yang sedang mengobrol dengan pengamen kecil, Aku yang sedang bergelayutan di bis dan semua yang aku lakukan saat ini bahkan ketika aku berpelukan dengan mama beberapa menit yang lalu sudah ada di dalam kamarku.
Aku pun berbalik badan, Aku melihat sosok Tio menggenakan baju formal dan jas. Lalu aku langsung memeluk Tio dengan isak tangisku yang amat keras.
“Menangislah sayang, bila itu membuat kamu bahagia. Bersandarlah dipundakku sayang, kalau itu membuat kamu nyaman. Aku akan selalu menjagamu sampai akhir hayatku”.
Lalu mama, Rene, pak Maman datang mendekatiku dan bi Ijah menarik kain yang bertuliskan “Happy Birthday our Beautiful Angel, We love you”. Dan didekat bi Ijah juga sudah tersedia kue ulang tahun yang amat megah.
“Ra.. Ra.. itu foto yang di kamar kamu aku yang foto loh, ya walaupun ada bantuan dari anak-anak yang lain juga sih hehehe tapi semua ini adalah ide si Tio kamu tuh”.
“Makasih ya Rene, Aku bahagia bisa punya sahabat seperti kamu”.
Kami pun menikmati pesta ulang tahunku dengan tenang tanpa penyakitku.
*****
2 bulan setelah ulang tahun ku. Aku selalu bersikap tegar di depan teman-temanku dan mereka pun sudah tidak berani lagi mengganguku.
Ketika aku sedang belajar Fisika, tiba-tiba tanganku mati rasa. Ballpoint yang aku kenakan terjatuh. Aku sangat sulit menggerakan tubuhku, Rene pun menyadari ballpoint ku terjatuh dan memberikan ke tanganku dan lagi lagi ballpoint itu tak dapat ku raih.
“Kamu kenapa Ara?”. Tampak cemas Rene menghawatirkan keadaanku.
“Aku gak apa Rene”. Aku pun mencoba menenangkan kekhawatiran Rene dengan mengalihkan pembicaraan. Aku dan Rene membicarakan nanti apa yang aku lakukan bersama Satrio sepulang sekolah. Satrio berniat mengajakku mengamen, mengajari anak-anak jalanan dan makan bersama anak-anak jalanan lagi sepulang sekolah dan aku sangat menyetujuinya.
*****
Aku pun mengamen dari satu bis ke bis yang lain dengan matahari yang menyengat. Tapi aku tidak pantang menyerah, aku terus berusaha. Setelah mengamen aku pun mengajari anak-anak jalanan tentang arti kehidupan. Dan aku pun membeli makanan warteg bu Inem untuk makan para anak-anak jalanan dan kami pun bermain hingga larut malam.
Setelah itu kami pun pulang dengan berjalan kaki sambil menikmati indahnya malam. Dan ketika aku bersenda gurau dengan Satrio, aku merasakan tubuhku lemas dan aku pun pingsan. Satrio langsung mengendongku, karena larut malam dan jalan yang kami lewati itu jarang di lewati oleh kendaraan apapun, ditambah lagi dengan handphone Satrio low battery akhirnya Satrio menggendongku sampai ke rumah sakit terdekat.
*****
“Hai Tio, Terima kasih kamu sudah mau datang menemuiku, terimakasih kamu sudah menjadi pangeran ku selama ini. Aku mohon kamu simpan semua surat yang aku buat sejak aku berumur 8 tahun untuk kamu”.
“Dimana aku bisa menemukan surat-surat yang kamu tulis untukku, Ara? Kamu gak akan ninggalin aku Ra, aku mohon jangan tinggalkan aku”. Satrio tampak sangat bingung.
“Kamu tau! Aku selalu menulis surat itu di tempat yang nyaman. Aku selalu menyimpan semua surat itu di bawah tempat yang sejuk! Terima kasih Tio untuk semuanya, I LOVE YOU”.
Satrio pun terbangun di samping tempat tidur Zahra yang sedang koma dan waktu pun menunjukkan pukul 8 pagi. Seketika itu Satrio membangunkan Rene yang sedang tidur di bangku ruang Zahra di rawat.
“Ren, tolong jagain Ara ya. Aku mau keluar sebentar, kalau ada perkembangan tentang Ara, kamu langsung hubungin aku ya”. Satrio pun pergi meninggalkan Rene dan Zahra yang sedang koma.
*****
Satrio pun langsung mendekati pohon yang bertuliskan “little prince”. Ia lalu menggali tanah yang berada di bawah pohon dan Satrio pun menemukan kotak yang berisikan surat Zahra


SURAT 1 :

Hallo TIO, Aku yakin kamu pasti bisa nemuin koleksi surat tentang kamu ini. Mungkin sudah berpuluh bahkan beratus-ratus lembar aku luangkan untuk menulis surat untuk mu.Terima kasih banyak Tio J kamu udah datang di kehidupanku, kamu yang udah nyadarin aku tentang indahnya hidup dan semua yang kamu lakukan sangat berarti bagiku. Aku berharap supaya kamu bisa menyimpan semua tulisan dan kenangan ini sampai akhir hayatmu. Mungkin ketika kamu membaca surat ku ini, aku yakin keadaan ku sangat buruk saat itu dan pengobatanku bahkan operasiku selama ini tidak berhasil.  Maafkan aku karena aku akan meninggalkan kan mu. Tetapi aku akan menunggu mu di surga sana. I LOVE YOU TIO xixixi jaga diri kamu baik-baik ya, dan mungkin kelak yang akan menjadi wanita pendampingmu adalah wanita paling beruntung di dunia.
GOODBYE HONEY :) I L O V E MY LITTLE PRINCE                                                    
 -22 April 2010-

SURAT 2 :
20 MARET 1999
Si Pangeran nya ganteng, baik lagi. Dia juga keren lagi pake baju koboy, tar ah aku minta sama papah kalau aku udah gede aku minta ajarin naik kuda sama si pangeran tampan . hehehe

 SURAT 3 :
13/02/2010
Aku gak percaya, aku mimpiin pangeran kecilku lagi. Setelah sekian lama dia tak hadir di mimpiku. Pangeran bilang ke aku kalau dia mau dateng menemuiku dan pangeran berkata benar. Pangeran kecilku ternyata selama ini adalah secret admirer aku yang bernama M. Satrio .
Aku bahagia banget tau xixixixi

SURAT 4 :
HAPPY BIRTHDAY ARA!!!
10 Maret 2010
Tio bener-bener so sweet, di ulang tahunku dia berhasil buat aku ketawa, nangis, nunggu, sampe di permaluin. Tapi aku seneng banget. Dari dia ngasih pahatan kayu yang berbentuk aku. Terus aku jadi pengamen seharian. Diketawain sama pengamen kecil yang ngeliat baju aku yang bergambar chibi aku yang centil. Mama yang menyiapkan pesta di rumah aku tanpa menghiraukan pekerjaannya. Dan melihat foto-foto aku yang aku lakuin di hari ulang tahun ku, seperti ketika aku sedang dimarahi Tio, Diajak kabur sama Tio bahkan ketika aku sedang berpelukan dengan mama yang aku lakukan beberapa menit yang lalu.
Aku sangat bahagia, karena yang melakukan semua ini adalah pangeranku yang sangat aku sayang. I LOVE YOU BOY, I LOVE YOU. MAAFIN AKU KALAU AKU MUNGKIN AKAN TIBA-TIBA NINGGALIN KAMU.
                                                                Loveya TIO :’)
                                               

Ketika Satrio sedang membaca sebagian surat Zahra, tiba-tiba suara handphone Satrio berdering. Ternyata pesan masuk dari Rene.
Tio, kamu dimana?
Si Ara nyebut-nyebut nama kamu nih
Cepat kemari!
                Satrio pun bergegas pergi membawa kotak surat Zahra.
*****
                “Papa?”. Aku melihat sosok papa yang sangat berkilau.
                “Ara, Kamu jangan ikutin papa yah nak.  Jaga mama dan temui Tio sana, papa gak apa-apa kok disini. bye sayang. Assalamu’alaikum”. Papa meninggalkan aku sendiri dengan cahaya yang berkilau. Aku pun kembali tertidur.
*****
                “Ra, please bangun”. Air mata Satrio pun terjatuh di tangan aku.
                Aku pun terbangun dari koma ku selama 3 minggu.Tanganku mulai ku gerakan dan Satrio pun terkejut.  Ketika aku mulai sedikit tersadar dari koma ku, Rene pun keluar memanggil dokter dan Satrio tetap berada di sisi Zahra. Satrio pun berkata.
                “Ra,  Jangan tinggalin aku. Berjuang Ara!”. Satrio memberikan aku semangat yang membuatku bisa bertahan.
                Tiba-Tiba Dokter dan Rene pun datang. Dokter pun mengecek keadaan Zahra yang masih setengah sadar.
                “Subhannallah, inilah kebesaran Allah”. Dokter pun menyuruh Satrio dan Rene untuk keluar ruangan untuk mengecek keadaan Zahra lebih lanjut tapi setelah Zahra terus memanggil nama Satrio, Satrio pun meminta izin kepada dokter agar dia bisa selalu berada di samping Zahra.
                Setelah dokter mengecek keadaanku yang memakan waktu hampir 3 jam. Pengobatan  dan operasi yang aku jalani yang tidak diketahui oleh mama selama ini telah berhasil dan aku dinyatakan telah sembuh tapi aku harus banyak beristirahat.
*****
20 tahun kemudian.
                “Putra, Helena.. cepat kesini. Jangan main-main terus. Mama udah buatin kalian sandwich”.
Aku pun memanggil anak-anakku.
                Lalu Putra pun berkata. “Entar Ma, Aku lagi asyik nih main sama kakek”.
Putra, Helena, Mama, dan Pak Maman yang sekarang sudah menjadi papa aku melanjutkan permainan mereka.
                “Biar lah ra, biar mereka menikmati camping disini. Di pohon ini. Di pohon yang menjadi tempat ternyaman, tempat dimana kamu bisa menulis surat untukku”.
                Aku pun tersenyum.
                Lalu Satrio menyuruhku untuk menggenakan baju chibi dan Satrio juga memberikan kepada anak-anakku, mama dan papa baju bergambar chibi mereka masing-masing. Kami pun bermain dengan menggenakan baju chibi kami masing-masing.
                Jeprett!!”. Tiba-tiba terdengar suara kamera, ketika aku melihat sumber suara tersebut. Aku melihat sosok Rene bersama pria gagah dan kedua anaknya yang seumuran dengan anakku.
                “Rene! Kamu kok ada disini? kata kamu, kamu lagi sibuk-sibuknya nemenin suami kamu kerja di London”. Aku pun mendekati dan memeluk Rene.
                “Selamat Ulang Tahun sahabatku. Pikun kamu gak ilang ilang yah dari dulu, gak pernah inget ulang tahun sendiri. Itu tuh suami kamu ngundang aku ke tempat bersejarahnya”. Sambil menunjuk-nunjuk kearah Satrio.
                Akhirnya kami pun menikmati camping bersama di pohon cintaku dan kami pun hidup bahagia.


 

THE END





Tidak ada komentar:

Posting Komentar